FPPJ Gelar Diskusi Pengelolaan Sampah, Soroti Kebijakan Pemprov DKI dan Solusi Berkelanjutan

Feb 22, 2025 - 09:27
 75
FPPJ Gelar Diskusi Pengelolaan Sampah, Soroti Kebijakan Pemprov DKI dan Solusi Berkelanjutan
Forum Pemuda Peduli Jakarta (FPPJ) menggelar diskusi publik mengenai pengelolaan sampah di Hotel Terraz Tree, Mampang, Jakarta Selatan, Jumat (21/02/2025).

Jakarta - Forum Pemuda Peduli Jakarta (FPPJ) mengadakan diskusi publik tentang pengelolaan sampah dalam rangka menyambut Hari Peduli Sampah Nasional. Acara yang berlangsung pada Jumat (21/02/2025) di hotel Terraz Tree Mampang, Jakarta Selatan, ini menghadirkan lima narasumber, yaitu Jubir PDIP yang juga eks Tim Transisi Pramono-Rano, Chico Hakim; pendiri Jakarta Barometer, Jim Lomen Sihombing; Budayawan Betawi, Biem Benyamin; Kasie Pengawasan dan Penaatan Hukum Suku Dinas Lingkungan Hidup (Sudin LH) Jakarta Selatan, Kamil Salim; serta Tokoh Muda NU, Gus Toto.

Diskusi ini dibuka secara resmi oleh Wali Kota Jakarta Selatan, Munjirin.

ITF vs. RDF: Perdebatan Solusi Pengelolaan Sampah

Jim Lomen Sihombing, yang menjadi narasumber pertama, menyoroti perubahan kebijakan Pemprov DKI dalam sistem pengolahan sampah, dari teknologi Intermediate Treatment Facility (ITF) ke Refuse Derived Fuel (RDF). Menurutnya, ITF lebih unggul karena tidak hanya menghasilkan listrik dan kompos, tetapi juga memiliki dasar hukum yang kuat, yakni Perpres Nomor 35 Tahun 2018.

"Jika ITF dapat diimplementasikan, masalah sampah di Jakarta bisa teratasi, seperti yang sudah diterapkan di Finlandia dan beberapa negara Eropa lainnya," ujarnya.

Namun, ia juga mengkritik lambatnya pembangunan ITF di Sunter oleh PT Jakarta Propertindo (Jakpro) yang hingga kini belum rampung. Ia berharap kepemimpinan Pramono Anung dan Rano Karno nantinya dapat mengembalikan kebijakan pengolahan sampah ke teknologi ITF.

Menanggapi hal ini, Kamil Salim mengakui bahwa ITF lebih efisien dibandingkan RDF. Namun, karena RDF yang saat ini diterapkan, maka harus dimanfaatkan seoptimal mungkin.

"Yang terpenting adalah bagaimana RDF bisa membantu mengurangi sampah dan mengurangi ketergantungan terhadap TPST Bantargebang," jelasnya.

Menurutnya, Jakarta memproduksi sekitar 7.000 - 8.000 ton sampah per hari, sehingga berbagai solusi harus diterapkan, termasuk membangun empat TPS3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle) dengan kapasitas pengolahan hingga 50 ton.

Pelibatan Masyarakat sebagai Kunci Pengelolaan Sampah

Budayawan Betawi Biem Benyamin menekankan bahwa teknologi canggih bukanlah satu-satunya solusi dalam pengelolaan sampah. Baginya, pelibatan masyarakat adalah faktor utama yang dapat mempercepat perubahan.

"Pengelolaan sampah yang buruk bisa berdampak luas, mulai dari lingkungan yang kotor dan bau, hingga berpengaruh pada kesehatan masyarakat, menyebabkan stunting, IQ rendah, bahkan memengaruhi moral dan mental masyarakat," tegas Biem.

Ia juga menyoroti masih digunakannya sistem sanitary landfill yang menyebabkan tumpukan sampah di TPST Bantargebang mencapai 60 meter, padahal UU Nomor 18 Tahun 2019 telah melarang metode tersebut.

"Kalau Jakarta ingin menjadi Kota Global, sistem sanitary landfill harus dihapus. Bagaimana bisa disebut Kota Global kalau sampah masih dikelola seperti ini?" ujarnya.

Biem berharap solusi digitalisasi dalam pengelolaan sampah bisa segera diterapkan, selain memperkuat keberadaan bank sampah dan TPS3R.

Dengan adanya diskusi ini, diharapkan berbagai pihak dapat lebih sadar akan pentingnya pengelolaan sampah yang berkelanjutan serta mendorong kebijakan yang lebih efektif bagi masa depan lingkungan di Jakarta.